MENDESKRIPSIKAN
PERISTIWA TUTUR DAN TINDAK TUTUR YANG ADA DIRANAH PENDIDIKAN (PADA SAAT
PERKULIAHAN)
Penelitian mini
Program studi pendidikan bahasa dan
sastra Indonesia
Oleh :
Dewi Ratna
(511300091)
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUPLIK INDONESIA
PONTIANAK
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Sosiolinguistik” yang diberikan oleh dosen mata kuliah dengan judul “Mendeskripsikan Peristiwa Tutur Dan
Tindak Tutur Yang Ada Diranah Pendidikan Pada Saat Perkuliahan” .
Makalah ini disusun berdasarkan referensi yang telah ada sebelumnya di mana
dalam pembahasannya lebih menuju pada cakupan materi yang diambil dari sumber
kepustakaan dan hasil penelitian sehingga dalam penyusunannya belum dikatakan
sempurna dalam hal cakupan serta penggunaan bahasa yang lebih sederhana
sehingga lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami maksud dari penyajian materi
secara keseluruhan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh kerabat
kerja yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga
penyusunan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah Sosiolinguistik yaitu bapak Al Ashadi
Alamin, M.Pd yang telah memberikan bimbingan sehingga dalam penulisan makalah ini tidak
ditemui adanya kesulitan.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat berguna bagi semua
pihak, khususnya bagi mahasiswa terutama mahasiswa program studi pendidikan
bahasa dan sastra Indonesia, untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan prestasi
yang dimilikinya terutama pada mata kuliah Sosiolinguistik.
Pontianak, September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A.
Latar Belakang........................................................................................... 1
B.
Batasan masalah........................................................................................ 2
C.
Tujuan....................................................................................................... 2
D.
Mamfaat................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
A.
Pengertian
pragmatik................................................................................. 4
B.
Pengertin peristiwa tutur dn tindak tutur.................................................... 5
C.
Bentuk-bentuk
tindak tutur...................................................................... 11
BAB III HASIL PENELITIAN....................................................................... 15
BAB III SIMPULAN.......................................................................................
19
A.
Simpulan...................................................................................................
19
B.
Saran........................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bahasa adalah alat interaksi sosial
atau alat komunikasi manusia. Bahasa berperan penting bagi kehidupan manusia
manusia, tidak hanya dugunakan dalam kehudupan sehari-hari, tetapi juga
diperlukan untuk menjalankan segala pemberitaan bahkan untuk menyampaikan
segalah pikiran, pandangan, dan perasaan. Memang manusia dapat juga menggunakan
alat lain untuk berkomunikasi, tapi tanpaknya bahasa merupakan alat komunikasi
yang paling baik diantara alat-alat komunikasi lainnya. Apabila dibandingkan
dengan alat komunikasi yang digunakan oleh makhluk sosial lain, yakni hewan.
Dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa
pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Maka, dalam
setiap proses komunikasi ini terjadilah apa yang disebut peristiwa tutur dan
tindak tutur dalam satu situasi tindak tutur.
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau
berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih
melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan,
di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Dell Hymes (1972), sesorang pakar
sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan
komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkai menjadi akronim SPEAKING.
Kedelapan komponen ini adalah Setting And
Scene, Participants, Ends (purpose and goal), Act Sequences, Key (tone or
spirit of act), Instrumentalities, Norms Of Interection And Interpretation, Dan
Genre. (diangkat dari Wadhaugh 1990). Peristiwa tutur merupakan peristiwa
sosial karena menyangkut pihak-pihak yang bertutur dalam sutu situasi dan
tempat tertentu. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari
sejumlah tindak tutur (inggris: speech
act) yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau peristiwa
tutur merupakan gejala sosial seperti disebutkan diatas, maka tindak tutur
merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya
ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Dan tindak tutur sebenarnya merupakan
salah satu fenomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik. Istilah dan teori yang
mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L Austin, seorang guru
besar di Universitas Harvard, pada tahun 1956). Toeri yang berasal dari mata
kuliah itu kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson (1965) dengan judul How to do Thing with Word, tetapi ilmu
ini baru menjadi terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969)
menerbitkan buku berjudul Speech Act and
Essay in The Philosophy of Language.
Dalam penelitian ini penulis
mendeskripsikan bagaimana peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di
kelas A Pagi semester tiga yang dimana ketika dosen yang bersangkutan tidak
dapat hadir untuk memberikan pelajaran.
B. Fokus penelitian
-
Masalah
Masalah umum dalam penelitian ini
dibatasi submasalah sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah peristiwa tutur dan tindak tutur
yang terjadi di kelas A Pagi semester tiga ?
2.
Bagaimana bahasa yang digunakan dalam peristiwa
tutur dan tndak tutur yang terjadi di kelas A Pagi semester tiga ?
-
Batasan
masalah
1.
Mendeskripsikan bagaimana peristiwa tutur dan
tindak tutur yang terjadi di kelas A P agi semester tiga
2.
Bagaimana bahasa yang digunakan dalam peristiwa
tutur dan tndak tutur yang terjadi di kelas A Pagi semester tiga ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
bagaimana peristiwa tutur dan tindak tutur di kelas A Pagi dan factor-faktor
apa saja yang melatarbelakangi peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di
kelasa A Pagi semester tiga.
D.
Mamfaat
Penelitian
Adapun manfaat makalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat
Teoretis
Makalah ini
diharapkan dapat memperluas pengetahuan pembaca terutama jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia dalam penelitian selanjutnya.
2.
Manfaat
Praktis
a.
Bagi
pembaca.
Makalah
dapat digunakan sebagai bahan bacaan perbandingan dengan makalah-makalah lain
yang telah ada sebelumnya dalam menganalisis penelitian tentang tutur dan
tindak tutur.
b.
Bagi
Penulis
Makalah
ini diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, menghasilkan
laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat secara umum.
BAB
II
KAJIAN
TOERI
A. Prakmatik
Bahasa merupakan alat komunikasi yang
digunakan oleh manusia yang menempatkannya berbeda dengan makhluk lainnya.
Bahasa adalah alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Memang
manusia dapat juga menggunakan alat lain untuk berkomunikasi, tapi tanpaknya
bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik diantara alat-alat komunikasi
lainnya. Apabila dibandingkan dengan alat komunikasi yang digunakan oleh
makhluk sosial lain, yakni hewan. Dalam setiap komunikasi manusia saling
menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan,
maupun emosi secara langsung. Maka, dalam setiap proses komunikasi ini
terjadilah apa yang disebut peristiwa tutur dan tindak tutur dalam satu situasi
tindak tutur.
Menurut Leech (dalam pdf Tomson
Sibarani 2008 :30), menyatakan secara praktis, prakmatik adalah studi mengenai
makna ujaran dalam situasi-situasi tertentu. Selanjutnya Tarigan (dalam pdf
Tomson Sibarani 2008 :30) menyatakan bahwa prakmatik menelaah ucapan-ucapan
khusus dalam situasi-situasi khusus an terutama sekali memusatkan perhatiann
pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial performansi
bahasa yang dapat mempengaruhi tafsiran atau interperensi.
Menurut Cruse (dalam pdf Tomson
Sibarani 2008 :31) menyatakan prakmatik dapat dianggap berurusan dengan
aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang luas) yang disampaikan melalui
bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang diterimah secara umum dalam
bentuk-bentuk linguistik yang digunakan
namun yang juga muncul secara alami dari dan tergantung pada makna-makna
yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan
bentuk-bentuk tersebut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa prakmatik
seperti semantik adalah cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan
lingual. Adapun yang menjadi kajian prakmatik tentang makna berbeda dengan
semantik. Pragmatik adalah mengkaji makna secara eksternal sedangkan semantic
mengkaji secra internal. Pragmatik dan toei tindak tutur memandang konteks
sebagai pengetahuan bersama antara pembicara dan pendengar, dan pengetahuan
tersebut mengarah pada interpretasi suatu tuturan. Pengetahuan atau konteks
tertentu yang menyebabkan manusia dapat mengidentifikasi jenis-jenis tindak
tutur yang berbeda. Pengaruh pragmatika di dalam teori dan konsep pemerolehan
bahasa diantaranya menekankan aspek fungsional bahasa. Secara fungsional
jenis-jenis ujaran terdiri dari deklaratif (mengubah keadaan alami menjadi
kata), representatife (menyatakan sesuatu yang diyakini), ekspresif (mnyatakan
prasaan tertentu), direktif (membuat orang lain melakukan sesuatu), dan komisif
(bertanggung jawab akan melakukan sesuatu). Sementara itu, secara formal
jenis-jenis kalimat mencakup bentuk-bentuk deklaratif, imperatif, interogatif,
dan injeksi, sehingga penutur dihadapkan dengan pilihan-pilihan formal bahasa
untuk menyampaikan funsi-fungsi bahasa.
B. Pengertian Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur
1.
Peristiwa tutur
Peristiwa tutur (inggris: speech event)
adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk
ujaran atau lebih melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu
pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Jadi, interaksi
yang berlangsung antara seseorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu
tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai sebagai alat berkomunikasi adalah
sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapat juga dalam acara diskusi,
di ruang kuliah, rapat dinas dikantor, siding di pengadilan dan sebagainya.
Bagaimana dengan percakapan di bus kota atau di kereta api yang terjadi
diantara para penumpang yang tidak saling kenal pada mulanya, dengan topik
pembicaraan yang tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang
berganti-ganti, apakah dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur.? Secara
sosiolinguistik percakapa tersebut tidak dapat dikatakan disebut sebagai sebuah
peristiwa tutur, sebab pokok percakapannya tidak menentu (berganti-ganti
menurut situasi), tanpa tujuan, dilakukan oleh orang-orang yang tidk sengaja
untuk bercakap-cakap, an menggunakan ragam bahasa yang berganti-ganti. Sebuah
percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi
syarat yang disebutkan di atas. Atau seperti yang dikatakan oleh Dell Hymes
(dalam abdul chaer 2010 : 48) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa
suatu peristwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yaitu bila huruf-huruf
pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah
:
a.
Setting
and scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya
percakapan, serta latar psikis yang lebih mengacuh pada suasana psikologis yang
menyetrai peristiwa tutur.
b.
Participans,
yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung maupun tidak
langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipan seperti usia, pendidikan, an
latar social.
c.
Ends
yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh
penutur (ends as oaucomes), dan
tujuan akhir pembicaraan itu sendiri (ends
in views goals).
d.
Act
sequensce, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk pesan (message from) dan isi pesan (massage
kontens).
e.
Key,
yaitu cara, nada, sikap atau semangat dalam melakukan percakapan. Misalnya
serius, santai atau akrab.
f.
Instrumentalisties,
yaitu menunjukkan pada sarana atau jalur percakapan, maksudnya dengan media
apa percakapan tersebut disampaikan. Misalnya dengan cara lisan, tertulis,
radio, surat dan sebagainya.
g.
Norma
of interection and interpretation, yaitu
unsure yang menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan.
Misalnya, apa yang boleh dibicarakan atau tidak, bagaimana cara membicarakannya
halus, kasar, terbuka dan sebagainya.
h.
Ganre, yaitu
jenis atau bentuk wacana yang disampaikan. Misalnya wacana Koran, wacana puisi,
wacana politik, puisi dan sebagainya.
2.
Tindak Tutur
Istilah dan teori yang mengenai
tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L Austin, seorang guru besar di
Universitas Harvard, pada tahun 1956). Toeri yang berasal dari mata kuliah itu
kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson (1965) dengan judul How to do Thing with Word, tetapi ilmu ini baru menjadi terkenal
dalam studi linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay in The Philosophy of
Language. (chaer 2010 :50)
Tindak tutur atau tindak bahasa
atau speech act adalah bagian dari peristiwa tutur (speech event) yang
merupakan fenomena aktual dalam situasi tutur (Rohmadi, 2004 : 7). Sedangkan
menurut Chaer dan Suwito (dalam Siti Perdi Rahayu : 6) tindak tutur adalah
gejala individual yang bersifat psikologis dan berlangsungnya ditentukan oleh
kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Searle (dalam pdf Siti Perdi
Rahayu : 6) menjelaskan bahwa secara pragmatis tindak tutur dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis, yaitu : 1) tindak lokusi (locutionary act), yaitu tindak
tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu ( the act of saying
something), 2) tindak ilokusi (illocutionary act), yaitu tuturan
yang berfungsi selain untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu juga
berfungsi untuk melakukan sesuatu “the act of doing something”
dan 3) tindak perlokusi (perlocutionary act) disebut juga the act of
affecting someone, yaitu tuturan yang berfungsi untuk mempengaruhi
lawan tuturnya. Tuturan seseorang seringkali memilki daya pengaruh ((perlocutionary
force) ataupun efek bagi lawan tutur atau bagi orang yang mendengarnya.
Meskipun daya pengaruh atau efek tersebut dilakukan secara sengaja maupun tidak
disengaja. Setiap tuturan yang terjadi dalam suatu percakapan selalu melibatkan
adanya konteks. Konteks yang jelas menjadikan sebuah komunikasi berjalan dengan
baik.
Wujud tuturan yaitu bentuk
tuturan yang digunakan penutur untuk menyampaikan pesan kepada lawan tutur.
Menurut Putrayasa (2009: 19) wujud tuturan berdasarkan modus (isi atau amanat)
yang ingin disampaikan dibedakan menjadi tiga, yaitu kalimat berita (Kalimat Deklaratif), kalimat Tanya ( Kalimat Interogatif), dan kalimat
perintah (Kalimat Imperatif).
Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yang
mendengar kalimat itu untuk menarik perhatian saja, tidak usah melakukan
apa-apa, sebab maksud si pengujar hanya unuk memberitahukan saja. Kalimat
interogatif adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau orang yang
mendengar kalimat itu untuk memberi jawaban secara lisan, jadi, yang diminta
bukan hanya sekeddar perhatian melainkan juga jawaban. Sedangkan kalimat
impretatif adalah kalimta yang isinya meminta agar sipendengar atau yang
mendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa tindakan atau perbuatan yang
diminta.
Austin (dalam chaer 2010 : 51)
membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif
dan kalimat performatif. Yang dimaksud dengan kalimat konstatif adalah kalimat
yang berisi pernyataan biasa sadangkan kalimat performatif adalah kaliamt yang
berisi perlakuan. Kalimat performatif mempunyai pola dan norma tertentu. Tindak
tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (1962: 100-102)
dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus yaitu
tindak tutur lokus, tindak tutur ilukosi dan tindak tutur perlukosi. Tindak
tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan
kalimat performatif yang eksplesit. Tindak tutur ilokusi ini biasanya berkenaan
dengan pemberin izin, mengucapkan terimah kasih, menyuruh, menawarkan, dan
menjanjikan. Tindak tutur perlukosi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan
adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non-linguistik
dari orang itu. Tindak tutur merupakan telaah bagaimana seseorang dengan
menggunakan tuturan sekaligus melakukan tindakan atau ucapan kepada orang lain.
Jadi tindak tutur merupakan bagian kajian pragmatik. Pragmatik merupakan bagian
dari performansi linguistik. Pengetahuan dari dunia adalah konteks, pada
pragmatik dikaji bagaimana cara pemakaian bahasa menerapkan pengetahuan dunia
untuk menginterprestasikan ucapan-ucapan. Tindak tutur merupakan salah satu
bidang kajian penting pragmatik bahasa. Tindak tutur ialah melakukan tindakan
tertentu melalui kata misalnya memohon sesuatu, menolak (tawaran atau
permohonan), berterimah kasih, memberi salam, meminta maaf, menyarankan sesuatu,
dan mengeluh. Bentuk lahiriya tindak tutur yang sama tidak saja dapat berbeda,
tetapi daya atau kekuatan tindak tutur mungkin pula berbeda. Selain itu, dalam
kebudayaan tertentu menolak (tawaran atau permohonan) dapat dilakukan secara
langsung, sementara alam kebudayaan lainnya dilakukan dengan basa-basi tertentu
sebelum penolakan diucapan atau bahkan tanpa diucapkan sama sekali. Akibatnya
adalah dalam beberapa kasus tertentu kemungkinan terjadi salah tafsir, apakah seorang penutur
telah melakukan penolakan atau tidak sedangkan kemungkinan lainnya ialah
terjadinya kesalahpahaman terhadap maksud ucapan penutur.
Dalam melakukan suatu tindak tutur,
selain menyatakan maksud dan keinginan, penutur juga secara alami bertujuan
untuk menciptakan dan menjaga hubungan sosial tertentu antara diri penutur dan
tertutur. Penutur mempertimbangkan berbagai kendala dalam menyampaikan
maksudnya secara tepat dan sesuai dari segi kedekatan atau jarak antara penutur
dan petutur, situasi bahasa dan sebagainya. Siasat bahasa (komunikasi) yang
digunakan untuk menciptakan dan menjaga hubungan social ini sering disebut
siasat kesantunan. Kesantunan pada dasarnya hanya digunakan pada dua fungsi,
yaitu fungsi konpetitif yang meliputi tindak tutur seperti memintah,
memerintah, menuntut dan fungsi konvivial yang meliputi menawarkan, mengundang,
memberi salam, berterimah kasih, member selamat. Fungsi pertama berorientasi
pada penutur sedangkan yang kedua pada penutur. Sehingga menurut G. Leech
(dalam Tomson sibarani 2008 : 29) tujuan konpetitif pada daarnya bersifat keras
(kasar) dan tujuan convivial sebaliknya bersifat halus. Fungsi konpetitif lebih
mengancam muka penutur bila dibandingkan dengan fungsi convivial.
Lakoff (dalam Tomson sibarani 2008 :
29) mengemukakan teori kesantunan yang meramalkan bahwa penambahan kebebesan
pada pihak petutur untuk menolak suatu permohonan akan berkolerasi dengan
penambahann kesantunan. Dengan kata lain, maka makin tinggi kesantunan atau
kesantunan bertambah barsama dangan berkurangnya pembebanan pada pihak petutur.
Leech (dalam Tomson sibarani 2008 : 29)
mengatakan bahwa kesantunan adalah merupakan siasat yang digunakan untuk
menjaga dan mengembagkan hubungan. Menurut Brown & Levinson (dalam Tomson
sibarani 2008 : 29) kesantunan ialah menjaga muka petutur. Semua peserta tutur
dalam suatu interaksi percakapan berkeinginan menjaga dua jenis muka, yaitu
muka positif dan muka negatif. Muka positif adalah merupakan citra positif yang
dimiliki orang terhadap dirinya sendiri dan hasrat untuk mendapatkan persetujuan,
sementara muka negatif ialah tuntunan dasar terhadap wilayah, bagian pribadi
dan hak-hak untuk tidak diganggu. Pengertian muka menurut brown & Levinson
membedakan kesatuan positif dan kesatuan negatif. Siasat kesatuan positif dan
negatif dari keduanya digunakan untuk mendapatkan keakraban dan mengurangi
pemaksaan. Keduanya berinteraksi dengan cara yang rumit sesuai dengan sifat
tindak tutur dann status penutur dan petutur.
Pragmatik berhubungan erat dengan
tindak tutur karena pragmatik menelaah makna dalam kaitan dengan situasi
tuturan. Morris (dalam Nabayan, 1987: 1) menyatakan bahwa pragmatik merupakan
bagian ilmu bahasa yang mengkaji hubungan antara unsure-unsur bahasa dengan
maknanya dan pemakaian bahasa itu. Senada dengan Morris (dalam Nabayan,1987:
1), Levinso (dalam Nabayan, 1987: 2) menyatakan bahwa pragmatic merupakan ilmu
yang mengkaji hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasaekan penjelasan
pengertian bahasa. Artinya, bahwa untuk mengerti suatu ungkapan atau ujaran
bahasa diperlukan pengetahuan dari luar makna kata dan hubungan dengan konteks
pemakaian.
Nabayan (1987: 2) memberi batasan bahwa
pragmatik merupakan aturan-aturan pemekaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk
bahasa dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan
konteks dan keadaan. Jadi, dapat disimpu;kam bahwa pragmatik adalah telaah
mengenai makna yang terikat oleh konteks dan situasi ujaran.
C. Bentuk-bentuk tindak tutur
Tarigan (1990:36) menyatakan bahwa
berkaitan dengan tindak tutur maka setiap ujaran atau ucapan tertentu
mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain, kedua belah
pihak, yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu tujuan kegiatan yang
berorientasi pada tujuan tertentu. Sesuai dengan keterangan tersebut, maka instrumen
pada penelitian ini mengacu pada teori tindak tutur. Menurut J.L. Austin (dalam
A. H. Hasan Lubis, 1991: 9), secara analitis tindak tutur dapat dipisahkan
menjadi 3 macam bentuk, antara lain.
1.
Tindak lokusi (Lecutionary act), yaitu
kaitan suatu topik dengan satu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa dengan
hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis
(Searly dalam Lubis). Contoh: ‘Saya lapar’, seseorang mengartikan ‘Saya’
sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan ‘lapar’ mengacu pada ‘perut
kosong dan perlu diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta makanan.
2.
Tindak ilokusi (Illecitionary act), yaitu
pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pertanyaan dan sebagainya. Contoh:
Saya lapar’, maksudnya adalah meminta makanan, yang merupakan suatu tindak
ilokusi.
3.
Tindak perlokusi (Perlocutionary act),
yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar, sesuai
dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu. Tanggapan tersebut tidak
hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga berbentuk tindakan atau perbuatan. Efek
atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh
penuturnya. Contoh: ‘Saya lapar’, yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan
efek kepada pendengar, yaitu dengan reaksi memberikan atau menawarkan makanan
kepada penutur.
Sehubungan
dengan tindak lokusi, Leech (dalam Setiawan, 2005 : 19) memberikan rumus tindak
lokusi. Bahwa tindak tutur lokusi berarti penutur menuturkan kepada mitra tutur
bahwa kata-kata yang diucapkan dengan suatu makna dan acuan tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, keraf (dalam Hartyanto, 2008) membagi tindak lokusi
menjadi tiga tipe, yaitu :
1.
Naratif
Naratif dapat diartikan sebagai bentuk
wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan
menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu keadaan waktu. Naratif adalah
suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada
pembaca atau mitra tutur suatu peristiwa yang telah terjadi . Naratif hanya
berusaha menjawab suatu pertanyaan “Apa yang telah terjadi?” (Keraf dalam
Hartyanto, 2008)
2.
Deskriptif
Keraf ( dalam Hartyanto, 2008)
mendefinisikan deskriptif sebagai suatu bentuk wacana yang bertalian dengan
usaha perincian dari obyek-obyeknya yang direncanakan, penutur memudahkan
pesan-pesannya, memindahkan hasil pengamatan dan perasaan kepada mitra tutur,
penutur menyampaian sifat dan semua perincian wujud yang dapat ditemukan pada
obyek tertentu.
3.
Informatif
Keraf (dalam Hartyanto, 2008)
mendefinisikan informatif sebagai bentuk wacana yang mengandung makna yang
sedemikian rupa sehingga pendengar atau mitra tutur menangkap amanat yang
hendak disampaikan.
Tindak
informatif selalu berhubungan dengan makna referensi, yaitu makna unsur bahasa
yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar angkasa (obyek atau
gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisis komponen (Kridalaksana dalam
Hartyanto, 2008). Subyakto-Nababan (dalam Hartyanto, 2008: 1) menambahkan bahwa
tindak ilokusi adalah tindak bahasa yang diidentifikasikan dengan kalimat
pelaku yang eksplisif. Tindak ilokusi merupakan tekanan atau kekuatan kehendak
orang lain yang terungkap dengan kata-kata kerja : menyuruh, memaksa, mendikte
kepada dan sebaginya.
Bach
dan Harnish (dalam Hartyanto, 2008) menyatakan bahwa dalam klasifikasi tindak
ilokusi dapat dibagi menjadi 4 golongan besar yaitu :
1. Konstantif
Merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan ekspresi
maksud sehingga mitra tutur membentuk (memegang) kepercayaan yang serupa.
Konstantif dibagi menjadi beberapa tipe, yakni : (a) asertif (menyatakan), (b)
prediktif (meramalkan), (c) retroaktif (memperhatikan), (d) deskriptif
(menilai), (e) askriptif (mengajukan), (f) informative (melaporkan), (g)
konfirmatif (membuktikan), (h) konsesif (mengakui, menyetujui), (i) retraktif
(membantah), (j) asentif (menerima), (k) disentif (membedakan), (l) disputative
(menolak), (m) responsive (menanggapi), (n) sugestif (menerka), (o)
supposif (mengasumsikan).
Contohnya
:
A
:”Mengapa Anda belum menyerahkan tugas?”
B
:”Maaf pak, tugas itu memang belum selesai saya kerjakan.”
A
:”Kapan akan Anda serahkan?”
B
:”InsyaAllah hari Kamis pak.”
Dalam
pemenggalan percakapan di atas terdapat adanya tindak tutur meminta maaf, sebagai
salah satu contoh tindak ekpresif.
2. Direktif
Direktif mengekspresikan sikap penutur
terhadap tindakan yang akan dilakukan terhadap mira tutur. Direktif dapat
dibagi menjadi 6 tipe yaitu (a) requestif : meminta, (b) question ;
bertanya, (c) requitment : mengistruksikan, (d) probibitives :
melarang, (e) promissives : menyetujui, (f) advisories :
menasehati. Contohnya :
A : “saya haus sekali, tolong ambilkan
minum!”
B : “Apa dikiranya saya ini pembantu?”
(walaupun begitu B bergegas mengambil air juga).
3. Komisif
Komisif
merupakan tindak mewajibkan seseorang atau menolak mewajibkan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang dispesifikasikan dalam isi proposisinya, yang bisa juga
menspesifikasikan kondisi-kondisi tempat, isi itu dilakukan atau tidak harus dilakukan.
Komisif dibagi menjadi 8 yaitu : (a) promises : menjanjikan, (b) contract
: membuat janji bersyarat, (c) bet : berjanji melakukan sesuatu, (d)
swearthat : berjanji bahwa yang dikatakannya adalah benar, (e) surrender
: mengaku salah, (f) invite : permohonan kehadiran dengan janji, (g)
offer : menawarkan, (h) volunteer : menawarkan pengabdiam.
4. Acknowledgment
Acknowledgment
mengekspresikan
perasaan tertentu kepada mitra tutur baik yang berupa rutinitas atau yang
murni. Acknowledgment dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yakni (a) apologize
: permintaan maaf, (b) condole : ucapan ikut berduka, (c) bid :
harapan, (d) greet :mengucapkan, (f) accept : penerimaan, (g) reject
: menolak, (h) congratulate : mengucapkan selamat. Subyakto-Nababan
(dalam Hartyanto, 2008 : 1) memberikan definisi mengenai tindak perlokusi,
yaitu tindak bahasa yang dilakukan sebagai akibat atau efek dari suatu ucapan
orang lain. Tindak lokusi dan ilokusi juga dapat masuk dalam kategori tindak
perlokusi bila memiliki daya ilokusi yang kuat, yaitu mampu menimbulkan efek
tertentu bagi mitra tutur.
Verba tindak ujar yang membentuk tindak
perlokusi, diantaranya dapat dipisahkan dalam tiga bagian besar, yakni
Mendorong mitra tutur mempelajari bahwa : meyakinkan, menipu, memperdayakan,
membohongi, menganjurkan, membesarkan hati, menjengkelkan, mengganggu,
mendongkolkan, menakuti, memikat, menawan, menggelikan hati. Membuat mitra
tutur melakukan, mengilhami, mempengaruhi, mencamkan, mengalihkan, mengganggu,
membingungkan. Dan membuat mitra tutur memikirkan tentang: mengurangi
ketegangan, memalukan, mempersukar, menarik perhatian, menjemukan, dan
membosankan
BAB III
HASIL PENELITIAN
Dalam hasil penelitian ini penulis
mendeskripsikan peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di kelas A Pagi
semester tiga.
Peristiwa tutur yang terjadi di kelas A Pagi
semester tiga ketika dosen tidak dapat hadir. Melalui tindak tutur langsung
yaitu imperatif. Imperatif adalah kalimat perintah digunakan untuk menanyakan,
perintah, ajakan, permintaan atau permohonan. Berikut hasil analisis peristiwa
tutur di kelas A Pagi.
Data
1.
Peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di kelas A
Pagi. pada hari rabu 22 oktober jam 07.22 wib. Yang terlibat dalam peristiwa
tutur ini yaitu Darna Dalila, Apriana Putih,Dan Sri Wahyuni. ketika dosen
berhalangan masuk. Yang mereka bicarakan tidak tentu topik pembicaraannya,
campur-campur. Seperti data pecakapan dibawa ini.
Darna
Dalila : iya, jum’at
dikumpulkan. Tugas Sosiologi jumat
dikumpulkan.
Aduh gimana ni
using palak edek.
Apriana
Putih : pusing kenapa coba ?
Darna
Dalila : tugas kita ba banyak.
Sri
Wahyuni : tolong invite yuyun. Tolong
invite yuyun yaa ?
Apriana
Putih : pin baru ka
Sri
Wahyuni : ha’a baru
Tindak
tutur yang terjadi di kelas A Pagi.
Lokusi : iya, jum;at dikumpulkan. Tugas
Sosiologi sastra jum’at
dikumpulkan. Aduh
gimana nip using palak edek.
Ilokusi : tugas sosiologi sastra
dikumpulkan hari jum’at.
Perlukosi : pusing kepalanya, jum’at tugas
sosiologi sastra dikumpul.
Analisis
data 1 :
Dari
peristiwa tutur dan tindak tutur yang terdapat didata 1, didasarkan pada factor
penentu peristiwa tutur yaitu SPEAKING atau biasa disebut Setting and scene yaitu dikampus kelas A agi semester tiga pada
tanggal 22 0ktober 2014), Participans
( pada data 1 darna dalila, apiana putih dan sri wahyun), Ends, Act sequensce, Key (dengan
nada santai), Instrumentalisties, (jalur percakapan menggunakan media lisan), Norma of
interection and interpretation, (terbuka), Ganre, (dalam wacana lisan). Dan terdapat tiga macam bentuk tutur
yaitu lokusi, ilokusi dan perlukosi.
Dan
dapat ketahui bahwa tindak tutur yang digunakan kelas A Pagi adalah bahasa yang
informal, bahasa yang digunakan sehari-hari dan
dapat kita ketahui juga dari percakapan data 1 ketika dosen berhalangan
masuk, mahasiswanya lebih memikirkan tugas dosen lain yang belum selesai dan
tidak sama sekali memperhatikan dosen yang seharusnya mengajar hari ini,
mengapa dosen tersebut berhalangan datang,
apa sebab dosen tersebut tidak dapat hadir, malah mereka senang dosennya
berhalangan masuk dan mereka lebih luasa mengerjakan tugas yang belum mereka
kerjakan dan bahkan belum mereka sentuh sama sekali.
Data
2.
Peristiwa
tutur yang terjadi di kelas A Pagi. Pada hari . yang terlibat dalam percakapan
adalah Sabina dan Oktaviana. Peristiwa tutur dalam bahasa dayak AHE, ketika
dosen berhalangan masuk. Pada hari rabu tanggal 15 oktober 2014 dalam bentuk
percakapan lisan.
Oktaviana : Sabina, sosiolinguistik nyu udah jadi
ge ? (Sabina,
sosiolinguistikmu
udah selesai kah)
Sabina : nape,,,, ahe-ahe agi nu nyu nang
nape ?
Nae kalii aku
ngarajaan’t na nya. (belum. Apa-apa punyamu yang
belum. Mugkin nanti
aku ngerjakannya)
Oktaviana : ohh,,,, nu nyu ahe-ahe nang dah udah .
? (oh,,,,, punyamu apa-apa
yang udah selesai)
Sabina : kao lah, nape sama sekali. Nu nyu
udah ge ahe ? (itulah,,,, belum
sekali. Unyamu udah
kah)
Oktaviana : nuku si dah mulai ka bagian
pembahasan, tapi nape hasil
penelitian, soalnya
masih ada kendala. (punyaku sih udah
dibagian pembahasan.
Tapi hasil penelitiannya belum, soalnya
masih ada kendala)
Sabina : ga koa aku ja binggung, mikiri nu
ku. Lemphe ngarajaan na nya.
(itulah aku pun
bingung mikirkan punya qu. Bagaimana
ngerjakannya)
Oktaviana : oh,,,, pula nu nyu jauh aok ka bandara
naun. (oh,,,, punyamu jauh
ya, dibandara sana)
Sabina : kao lah,,,,, sae ba nang
ngnantata aku ampu ka naun. (itulah,,,,
siapa yag mau ngantar aku kesana)
Oktaviana : aok uah,,,, kaao nab a motor. (oh,,,,, ya kamu gak ada motor)
Tindak
tutur yang terjai di kelas A Pagi.
Lokusi : tugas sosiolinguistik belum ada
yang selesai, akibat beberapak
kendala seperti
motor.
ilokusi
: sosiolinguistik belum
karena gak ada motor.
perlukosi : dia belum tugas sosiolinguistik.
Analisis
data 2 :
Pada
data 2 terjadi peristiwa tutur dalam bahasa dayak AHE, ketika dosen berhalangan
masuk. Pada hari rabu tanggal 15 oktober 2014 dalam bentuk percakapan
lisan. didasarkan pada factor penentu
peristiwa tutur yaitu SPEAKING atau biasa disebut Setting and scene yaitu dikampus kelas A agi semester tiga pada
tanggal 15 0ktober 2014), Participans
(oktaviana bersama sabina), Ends, Act sequensce, Key (dengan nada santai
tapi serius), Instrumentalisties, (jalur percakapan menggunakan media lisan), Norma of
interection and interpretation, (kasar, terbuka), Ganre, (dalam wacana lisan). Dan sama
terdapat tiga macam bentuk tutur yaitu lokusi, ilokusi dan perlukosi.
Dari
data diatas dapat disimpulkan bahwa pada data 2 penutur yaitu oktaviana dan
Sabina lebih memfokuskan tentang penelitian mereka yang belum mereka selesaikan
dan sama seperti data 1 ketika dosen berhalangan masuk, mahasiswanya lebih
memikirkan tugas dosen lain yang belum selesai dan tidak sama sekali
memperhatikan dosen yang seharusnya mengajar hari ini, mengapa dosen tersebut
berhalangan datang, apa sebab dosen
tersebut tidak dapat hadir, malah mereka senang dosennya berhalangan masuk dan
mereka lebih luasa mengerjakan tugas yang belum mereka kerjakan dan bahkan
belum mereka sentuh sama sekali. Dapat ketahui bahwa tindak tutur yang
digunakan kelas A Pagi semester tiga adalah bahasa yang informal yaitu bahasa
daerah penutur, bahasa dayak AHE.
BAB III
SIMPULAN
A.
Simpulan
Peristiwa tutur (inggris: speech event)
adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk
ujaran atau lebih melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan
satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Secara
konseptual peristiwa tutur berbeda dengan tindak tutur. Tindak tutur lebih
cenderung sebagai gejala individual, bersifat psikologis dan ditentukan oleh
komponen bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Suwito alam
Agustina, 2009: 14). Sehubungan dengan peristiwa tutur Dell Hymes (dalam
mulyana, 2005: 23-24) merumuskan factor penentu peristiwa tutur melalui akronim
SPEAKING.yaitu Setting and scene,
Participans, Ends, Act sequensce,
Key, Instrumentalisties, Norma of
interection and interpretation, dan Ganre.
Dari
hasil penelitian disimpulankan kelas A Pagi semester tiga program studi
pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dalam peristiwa tutur dan tindak
tutur lebih menggunakan bahasa daerah
dan bahasa campur-campur. Seperti contoh pada data 1 dan data 2. Dimana dalam
data 1 dan 2 penulis menjelaskan peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi
di kelas A Pagi prodi bahasa Indonesia ketika dosen yang sedang berhalangan masuk.
B.
Saran
Penyusun
menyarankan agar kita semua semakin memperdalam pengetahuan tentang
sosiolonguistik yang didalamnya terdapat materi peristiwa tutur dan tindak
tutur. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi pembaca, khususnya program
studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer. Abdul
dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Renika
Cipta.
Konsep
Tindak Tutur Bab II. Universitas Sumatra Utara. Pdf. Diunduh 10 oktober 2014.
Nasucha.
dkk. Yakub. (2013). Bahasa Indonesia Untuk Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta :
Media Perkasa
Putri.
Wahida. (2012). Strategi Tindak Tutur Menjelaskan Dalam Pembelajaran Dkelas
Tunagrahita Sdlb Negeri Bayuwangi. Skripsi. Jember : Unversitas Jember. Pdf.
Diunduh 10 Oktober 2014.
Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik Teori
dan Pragmatik. Yogyakarta Penerbit Lingkar Kota
Sibarani.
Tomson. 2008. Tesis Tindak Tutur Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Toba.
Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara Medan. Pdf. Diunduh 10
oktober 2014.