Senin, 01 Desember 2014

MENDESKRIPSIKAN PERISTIWA TUTUR DAN TINDAK TUTUR YANG ADA DIRANAH PENDIDIKAN (PADA SAAT PERKULIAHAN)

Penelitian mini
Program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia

Oleh :
Dewi Ratna
(511300091)





FAKULTAS BAHASA DAN SENI
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUPLIK INDONESIA
PONTIANAK
2014






KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Sosiolinguistik” yang diberikan oleh dosen mata kuliah dengan judul Mendeskripsikan Peristiwa Tutur Dan Tindak Tutur Yang Ada Diranah Pendidikan Pada Saat Perkuliahan” .
Makalah ini disusun berdasarkan referensi yang telah ada sebelumnya di mana dalam pembahasannya lebih menuju pada cakupan materi yang diambil dari sumber kepustakaan dan hasil penelitian sehingga dalam penyusunannya belum dikatakan sempurna dalam hal cakupan serta penggunaan bahasa yang lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami maksud dari penyajian materi secara keseluruhan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh kerabat kerja yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah Sosiolinguistik yaitu bapak Al Ashadi Alamin, M.Pd yang telah memberikan bimbingan sehingga dalam penulisan makalah ini tidak ditemui adanya kesulitan.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat berguna bagi semua pihak, khususnya bagi mahasiswa terutama mahasiswa program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan prestasi yang dimilikinya terutama pada mata kuliah Sosiolinguistik.


Pontianak, September 2014

                                                                                                Penulis



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR........................................................................................   i  
DAFTAR ISI......................................................................................................   ii
BAB I  PENDAHULUAN................................................................................   1
A.      Latar Belakang...........................................................................................   1
B.      Batasan masalah........................................................................................   2
C.      Tujuan.......................................................................................................   2 
D.      Mamfaat...................................................................................................   2
BAB II  PEMBAHASAN..................................................................................   4
A.      Pengertian pragmatik.................................................................................   4
B.      Pengertin peristiwa tutur dn tindak tutur....................................................   5
C.      Bentuk-bentuk tindak tutur......................................................................   11
BAB III HASIL PENELITIAN.......................................................................   15
BAB III  SIMPULAN....................................................................................... 19
A.      Simpulan................................................................................................... 19
B.      Saran........................................................................................................   19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 20












BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar belakang
Bahasa adalah alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Bahasa berperan penting bagi kehidupan manusia manusia, tidak hanya dugunakan dalam kehudupan sehari-hari, tetapi juga diperlukan untuk menjalankan segala pemberitaan bahkan untuk menyampaikan segalah pikiran, pandangan, dan perasaan. Memang manusia dapat juga menggunakan alat lain untuk berkomunikasi, tapi tanpaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik diantara alat-alat komunikasi lainnya. Apabila dibandingkan dengan alat komunikasi yang digunakan oleh makhluk sosial lain, yakni hewan. Dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Maka, dalam setiap proses komunikasi ini terjadilah apa yang disebut peristiwa tutur dan tindak tutur dalam satu situasi tindak tutur.
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Dell Hymes (1972), sesorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkai menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen ini adalah Setting And Scene, Participants, Ends (purpose and goal), Act Sequences, Key (tone or spirit of act), Instrumentalities, Norms Of Interection And Interpretation, Dan Genre. (diangkat dari Wadhaugh 1990). Peristiwa tutur merupakan peristiwa sosial karena menyangkut pihak-pihak yang bertutur dalam sutu situasi dan tempat tertentu. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur (inggris: speech act) yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau peristiwa tutur merupakan gejala sosial seperti disebutkan diatas, maka tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Dan tindak tutur sebenarnya merupakan salah satu fenomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik. Istilah dan teori yang mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard, pada tahun 1956). Toeri yang berasal dari mata kuliah itu kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson (1965) dengan judul How to do Thing with Word, tetapi ilmu ini baru menjadi terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay in The Philosophy of Language.
Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan bagaimana peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di kelas A Pagi semester tiga yang dimana ketika dosen yang bersangkutan tidak dapat hadir untuk memberikan pelajaran.

B.    Fokus penelitian
-       Masalah
Masalah umum dalam penelitian ini dibatasi submasalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di kelas A Pagi semester tiga ?
2.    Bagaimana bahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur dan tndak tutur yang terjadi di kelas A Pagi semester tiga ?
-       Batasan masalah
1.    Mendeskripsikan bagaimana peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di kelas A P agi semester tiga
2.    Bagaimana bahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur dan tndak tutur yang terjadi di kelas A Pagi semester tiga ?

C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana peristiwa tutur dan tindak tutur di kelas A Pagi dan factor-faktor apa saja yang melatarbelakangi peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di kelasa A Pagi semester tiga.

D.   Mamfaat Penelitian
Adapun manfaat makalah dari penelitian  ini adalah sebagai berikut:
1.    Manfaat Teoretis
Makalah  ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan pembaca terutama jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam penelitian selanjutnya.
2.    Manfaat Praktis
a.    Bagi pembaca.
                   Makalah dapat digunakan sebagai bahan bacaan perbandingan dengan makalah-makalah lain yang telah ada sebelumnya dalam menganalisis penelitian tentang tutur dan tindak tutur.
b.    Bagi Penulis
                Makalah ini diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat secara umum.


BAB II
KAJIAN TOERI

A.   Prakmatik
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia yang menempatkannya berbeda dengan makhluk lainnya. Bahasa adalah alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Memang manusia dapat juga menggunakan alat lain untuk berkomunikasi, tapi tanpaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik diantara alat-alat komunikasi lainnya. Apabila dibandingkan dengan alat komunikasi yang digunakan oleh makhluk sosial lain, yakni hewan. Dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Maka, dalam setiap proses komunikasi ini terjadilah apa yang disebut peristiwa tutur dan tindak tutur dalam satu situasi tindak tutur.
Menurut Leech (dalam pdf Tomson Sibarani 2008 :30), menyatakan secara praktis, prakmatik adalah studi mengenai makna ujaran dalam situasi-situasi tertentu. Selanjutnya Tarigan (dalam pdf Tomson Sibarani 2008 :30) menyatakan bahwa prakmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus an terutama sekali memusatkan perhatiann pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial performansi bahasa yang dapat mempengaruhi tafsiran atau interperensi.
Menurut Cruse (dalam pdf Tomson Sibarani 2008 :31) menyatakan prakmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang luas) yang disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang diterimah secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan  namun yang juga muncul secara alami dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa prakmatik seperti semantik adalah cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual. Adapun yang menjadi kajian prakmatik tentang makna berbeda dengan semantik. Pragmatik adalah mengkaji makna secara eksternal sedangkan semantic mengkaji secra internal. Pragmatik dan toei tindak tutur memandang konteks sebagai pengetahuan bersama antara pembicara dan pendengar, dan pengetahuan tersebut mengarah pada interpretasi suatu tuturan. Pengetahuan atau konteks tertentu yang menyebabkan manusia dapat mengidentifikasi jenis-jenis tindak tutur yang berbeda. Pengaruh pragmatika di dalam teori dan konsep pemerolehan bahasa diantaranya menekankan aspek fungsional bahasa. Secara fungsional jenis-jenis ujaran terdiri dari deklaratif (mengubah keadaan alami menjadi kata), representatife (menyatakan sesuatu yang diyakini), ekspresif (mnyatakan prasaan tertentu), direktif (membuat orang lain melakukan sesuatu), dan komisif (bertanggung jawab akan melakukan sesuatu). Sementara itu, secara formal jenis-jenis kalimat mencakup bentuk-bentuk deklaratif, imperatif, interogatif, dan injeksi, sehingga penutur dihadapkan dengan pilihan-pilihan formal bahasa untuk menyampaikan funsi-fungsi bahasa.

B.    Pengertian Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur
1.    Peristiwa tutur
Peristiwa tutur (inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Jadi, interaksi yang berlangsung antara seseorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai sebagai alat berkomunikasi adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapat juga dalam acara diskusi, di ruang kuliah, rapat dinas dikantor, siding di pengadilan dan sebagainya. Bagaimana dengan percakapan di bus kota atau di kereta api yang terjadi diantara para penumpang yang tidak saling kenal pada mulanya, dengan topik pembicaraan yang tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, apakah dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur.? Secara sosiolinguistik percakapa tersebut tidak dapat dikatakan disebut sebagai sebuah peristiwa tutur, sebab pokok percakapannya tidak menentu (berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan, dilakukan oleh orang-orang yang tidk sengaja untuk bercakap-cakap, an menggunakan ragam bahasa yang berganti-ganti. Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat yang disebutkan di atas. Atau seperti yang dikatakan oleh Dell Hymes (dalam abdul chaer 2010 : 48) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yaitu bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah :
a.    Setting and scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan, serta latar psikis yang lebih mengacuh pada suasana psikologis yang menyetrai peristiwa tutur.
b.    Participans, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipan seperti usia, pendidikan, an latar social.
c.    Ends yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur (ends as oaucomes), dan tujuan akhir pembicaraan itu sendiri (ends in views goals).
d.    Act sequensce, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk pesan (message from) dan isi pesan (massage kontens).
e.    Key, yaitu cara, nada, sikap atau semangat dalam melakukan percakapan. Misalnya serius, santai atau akrab.
f.     Instrumentalisties, yaitu menunjukkan pada sarana atau jalur percakapan, maksudnya dengan media apa percakapan tersebut disampaikan. Misalnya dengan cara lisan, tertulis, radio, surat dan sebagainya.
g.    Norma of  interection and interpretation, yaitu unsure yang menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan. Misalnya, apa yang boleh dibicarakan atau tidak, bagaimana cara membicarakannya halus, kasar, terbuka dan sebagainya.
h.    Ganre, yaitu jenis atau bentuk wacana yang disampaikan. Misalnya wacana Koran, wacana puisi, wacana politik, puisi dan sebagainya.

2.    Tindak Tutur
Istilah dan teori yang mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard, pada tahun 1956). Toeri yang berasal dari mata kuliah itu kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson (1965) dengan judul How to do Thing with Word, tetapi ilmu ini baru menjadi terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay in The Philosophy of Language. (chaer 2010 :50)
Tindak tutur atau tindak bahasa atau speech act adalah bagian dari peristiwa tutur (speech event) yang merupakan fenomena aktual dalam situasi tutur (Rohmadi, 2004 : 7). Sedangkan menurut Chaer dan Suwito (dalam Siti Perdi Rahayu : 6) tindak tutur adalah gejala individual yang bersifat psikologis dan berlangsungnya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Searle (dalam pdf Siti Perdi Rahayu : 6) menjelaskan bahwa secara pragmatis tindak tutur dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : 1) tindak lokusi (locutionary act), yaitu tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu ( the act of saying something), 2) tindak ilokusi (illocutionary act), yaitu tuturan yang berfungsi selain untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu juga berfungsi untuk melakukan sesuatu “the act of doing something” dan 3) tindak perlokusi (perlocutionary act) disebut juga the act of affecting someone, yaitu tuturan yang berfungsi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tuturan seseorang seringkali memilki daya pengaruh ((perlocutionary force) ataupun efek bagi lawan tutur atau bagi orang yang mendengarnya. Meskipun daya pengaruh atau efek tersebut dilakukan secara sengaja maupun tidak disengaja. Setiap tuturan yang terjadi dalam suatu percakapan selalu melibatkan adanya konteks. Konteks yang jelas menjadikan sebuah komunikasi berjalan dengan baik.
Wujud tuturan yaitu bentuk tuturan yang digunakan penutur untuk menyampaikan pesan kepada lawan tutur. Menurut Putrayasa (2009: 19) wujud tuturan berdasarkan modus (isi atau amanat) yang ingin disampaikan dibedakan menjadi tiga, yaitu kalimat berita (Kalimat Deklaratif), kalimat Tanya ( Kalimat Interogatif), dan kalimat perintah (Kalimat Imperatif). Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menarik perhatian saja, tidak usah melakukan apa-apa, sebab maksud si pengujar hanya unuk memberitahukan saja. Kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau orang yang mendengar kalimat itu untuk memberi jawaban secara lisan, jadi, yang diminta bukan hanya sekeddar perhatian melainkan juga jawaban. Sedangkan kalimat impretatif adalah kalimta yang isinya meminta agar sipendengar atau yang mendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa tindakan atau perbuatan yang diminta.
Austin (dalam chaer 2010 : 51) membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif dan kalimat performatif. Yang dimaksud dengan kalimat konstatif adalah kalimat yang berisi pernyataan biasa sadangkan kalimat performatif adalah kaliamt yang berisi perlakuan. Kalimat performatif mempunyai pola dan norma tertentu. Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (1962: 100-102) dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus yaitu tindak tutur lokus, tindak tutur ilukosi dan tindak tutur perlukosi. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplesit. Tindak tutur ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberin izin, mengucapkan terimah kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan. Tindak tutur perlukosi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non-linguistik dari orang itu. Tindak tutur merupakan telaah bagaimana seseorang dengan menggunakan tuturan sekaligus melakukan tindakan atau ucapan kepada orang lain. Jadi tindak tutur merupakan bagian kajian pragmatik. Pragmatik merupakan bagian dari performansi linguistik. Pengetahuan dari dunia adalah konteks, pada pragmatik dikaji bagaimana cara pemakaian bahasa menerapkan pengetahuan dunia untuk menginterprestasikan ucapan-ucapan. Tindak tutur merupakan salah satu bidang kajian penting pragmatik bahasa. Tindak tutur ialah melakukan tindakan tertentu melalui kata misalnya memohon sesuatu, menolak (tawaran atau permohonan), berterimah kasih, memberi salam, meminta maaf, menyarankan sesuatu, dan mengeluh. Bentuk lahiriya tindak tutur yang sama tidak saja dapat berbeda, tetapi daya atau kekuatan tindak tutur mungkin pula berbeda. Selain itu, dalam kebudayaan tertentu menolak (tawaran atau permohonan) dapat dilakukan secara langsung, sementara alam kebudayaan lainnya dilakukan dengan basa-basi tertentu sebelum penolakan diucapan atau bahkan tanpa diucapkan sama sekali. Akibatnya adalah dalam beberapa kasus tertentu kemungkinan  terjadi salah tafsir, apakah seorang penutur telah melakukan penolakan atau tidak sedangkan kemungkinan lainnya ialah terjadinya kesalahpahaman terhadap maksud ucapan penutur.
Dalam melakukan suatu tindak tutur, selain menyatakan maksud dan keinginan, penutur juga secara alami bertujuan untuk menciptakan dan menjaga hubungan sosial tertentu antara diri penutur dan tertutur. Penutur mempertimbangkan berbagai kendala dalam menyampaikan maksudnya secara tepat dan sesuai dari segi kedekatan atau jarak antara penutur dan petutur, situasi bahasa dan sebagainya. Siasat bahasa (komunikasi) yang digunakan untuk menciptakan dan menjaga hubungan social ini sering disebut siasat kesantunan. Kesantunan pada dasarnya hanya digunakan pada dua fungsi, yaitu fungsi konpetitif yang meliputi tindak tutur seperti memintah, memerintah, menuntut dan fungsi konvivial yang meliputi menawarkan, mengundang, memberi salam, berterimah kasih, member selamat. Fungsi pertama berorientasi pada penutur sedangkan yang kedua pada penutur. Sehingga menurut G. Leech (dalam Tomson sibarani 2008 : 29) tujuan konpetitif pada daarnya bersifat keras (kasar) dan tujuan convivial sebaliknya bersifat halus. Fungsi konpetitif lebih mengancam muka penutur bila dibandingkan dengan fungsi convivial.
Lakoff (dalam Tomson sibarani 2008 : 29) mengemukakan teori kesantunan yang meramalkan bahwa penambahan kebebesan pada pihak petutur untuk menolak suatu permohonan akan berkolerasi dengan penambahann kesantunan. Dengan kata lain, maka makin tinggi kesantunan atau kesantunan bertambah barsama dangan berkurangnya pembebanan pada pihak petutur.
Leech (dalam Tomson sibarani 2008 : 29) mengatakan bahwa kesantunan adalah merupakan siasat yang digunakan untuk menjaga dan mengembagkan hubungan. Menurut Brown & Levinson (dalam Tomson sibarani 2008 : 29) kesantunan ialah menjaga muka petutur. Semua peserta tutur dalam suatu interaksi percakapan berkeinginan menjaga dua jenis muka, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif adalah merupakan citra positif yang dimiliki orang terhadap dirinya sendiri dan hasrat untuk mendapatkan persetujuan, sementara muka negatif ialah tuntunan dasar terhadap wilayah, bagian pribadi dan hak-hak untuk tidak diganggu. Pengertian muka menurut brown & Levinson membedakan kesatuan positif dan kesatuan negatif. Siasat kesatuan positif dan negatif dari keduanya digunakan untuk mendapatkan keakraban dan mengurangi pemaksaan. Keduanya berinteraksi dengan cara yang rumit sesuai dengan sifat tindak tutur dann status penutur dan petutur.
Pragmatik berhubungan erat dengan tindak tutur karena pragmatik menelaah makna dalam kaitan dengan situasi tuturan. Morris (dalam Nabayan, 1987: 1) menyatakan bahwa pragmatik merupakan bagian ilmu bahasa yang mengkaji hubungan antara unsure-unsur bahasa dengan maknanya dan pemakaian bahasa itu. Senada dengan Morris (dalam Nabayan,1987: 1), Levinso (dalam Nabayan, 1987: 2) menyatakan bahwa pragmatic merupakan ilmu yang mengkaji hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasaekan penjelasan pengertian bahasa. Artinya, bahwa untuk mengerti suatu ungkapan atau ujaran bahasa diperlukan pengetahuan dari luar makna kata dan hubungan dengan konteks pemakaian.
Nabayan (1987: 2) memberi batasan bahwa pragmatik merupakan aturan-aturan pemekaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan konteks dan keadaan. Jadi, dapat disimpu;kam bahwa pragmatik adalah telaah mengenai makna yang terikat oleh konteks dan situasi ujaran.

C.    Bentuk-bentuk tindak tutur
Tarigan (1990:36) menyatakan bahwa berkaitan dengan tindak tutur maka setiap ujaran atau ucapan tertentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain, kedua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu tujuan kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Sesuai dengan keterangan tersebut, maka instrumen pada penelitian ini mengacu pada teori tindak tutur. Menurut J.L. Austin (dalam A. H. Hasan Lubis, 1991: 9), secara analitis tindak tutur dapat dipisahkan menjadi 3 macam bentuk, antara lain.
1.    Tindak lokusi (Lecutionary act), yaitu kaitan suatu topik dengan satu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis (Searly dalam Lubis). Contoh: ‘Saya lapar’, seseorang mengartikan ‘Saya’ sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan ‘lapar’ mengacu pada ‘perut kosong dan perlu diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta makanan.
2.    Tindak ilokusi (Illecitionary act), yaitu pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pertanyaan dan sebagainya. Contoh: Saya lapar’, maksudnya adalah meminta makanan, yang merupakan suatu tindak ilokusi.
3.    Tindak perlokusi (Perlocutionary act), yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu. Tanggapan tersebut tidak hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga berbentuk tindakan atau perbuatan. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Contoh: ‘Saya lapar’, yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan efek kepada pendengar, yaitu dengan reaksi memberikan atau menawarkan makanan kepada penutur.
Sehubungan dengan tindak lokusi, Leech (dalam Setiawan, 2005 : 19) memberikan rumus tindak lokusi. Bahwa tindak tutur lokusi berarti penutur menuturkan kepada mitra tutur bahwa kata-kata yang diucapkan dengan suatu makna dan acuan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, keraf (dalam Hartyanto, 2008) membagi tindak lokusi menjadi tiga tipe, yaitu :
1.    Naratif
Naratif dapat diartikan sebagai bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu keadaan waktu. Naratif adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca atau mitra tutur suatu peristiwa yang telah terjadi . Naratif hanya berusaha menjawab suatu pertanyaan “Apa yang telah terjadi?” (Keraf dalam Hartyanto, 2008)
2.    Deskriptif
Keraf ( dalam Hartyanto, 2008) mendefinisikan deskriptif sebagai suatu bentuk wacana yang bertalian dengan usaha perincian dari obyek-obyeknya yang direncanakan, penutur memudahkan pesan-pesannya, memindahkan hasil pengamatan dan perasaan kepada mitra tutur, penutur menyampaian sifat dan semua perincian wujud yang dapat ditemukan pada obyek tertentu.
3.    Informatif
Keraf (dalam Hartyanto, 2008) mendefinisikan informatif sebagai bentuk wacana yang mengandung makna yang sedemikian rupa sehingga pendengar atau mitra tutur menangkap amanat yang hendak disampaikan.

Tindak informatif selalu berhubungan dengan makna referensi, yaitu makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar angkasa (obyek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisis komponen (Kridalaksana dalam Hartyanto, 2008). Subyakto-Nababan (dalam Hartyanto, 2008: 1) menambahkan bahwa tindak ilokusi adalah tindak bahasa yang diidentifikasikan dengan kalimat pelaku yang eksplisif. Tindak ilokusi merupakan tekanan atau kekuatan kehendak orang lain yang terungkap dengan kata-kata kerja : menyuruh, memaksa, mendikte kepada dan sebaginya.
Bach dan Harnish (dalam Hartyanto, 2008) menyatakan bahwa dalam klasifikasi tindak ilokusi dapat dibagi menjadi 4 golongan besar yaitu :
1.    Konstantif
Merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan ekspresi maksud sehingga mitra tutur membentuk (memegang) kepercayaan yang serupa. Konstantif dibagi menjadi beberapa tipe, yakni : (a) asertif (menyatakan), (b) prediktif (meramalkan), (c) retroaktif (memperhatikan), (d) deskriptif (menilai), (e) askriptif (mengajukan), (f) informative (melaporkan), (g) konfirmatif (membuktikan), (h) konsesif (mengakui, menyetujui), (i) retraktif (membantah), (j) asentif (menerima), (k) disentif (membedakan), (l) disputative (menolak), (m) responsive (menanggapi), (n) sugestif (menerka), (o) supposif (mengasumsikan).
Contohnya :
A :”Mengapa Anda belum menyerahkan tugas?”
B :”Maaf pak, tugas itu memang belum selesai saya kerjakan.”
A :”Kapan akan Anda serahkan?”
B :”InsyaAllah hari Kamis pak.”
Dalam pemenggalan percakapan di atas terdapat adanya tindak tutur meminta maaf, sebagai salah satu contoh tindak ekpresif.
2.    Direktif
Direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan terhadap mira tutur. Direktif dapat dibagi menjadi 6 tipe yaitu (a) requestif : meminta, (b) question ; bertanya, (c) requitment : mengistruksikan, (d) probibitives : melarang, (e) promissives : menyetujui, (f) advisories : menasehati. Contohnya :
A : “saya haus sekali, tolong ambilkan minum!”

B : “Apa dikiranya saya ini pembantu?” (walaupun begitu B bergegas mengambil air juga).
3.    Komisif
Komisif merupakan tindak mewajibkan seseorang atau menolak mewajibkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang dispesifikasikan dalam isi proposisinya, yang bisa juga menspesifikasikan kondisi-kondisi tempat, isi itu dilakukan atau tidak harus dilakukan. Komisif dibagi menjadi 8 yaitu : (a) promises : menjanjikan, (b) contract : membuat janji bersyarat, (c) bet : berjanji melakukan sesuatu, (d) swearthat : berjanji bahwa yang dikatakannya adalah benar, (e) surrender : mengaku salah, (f) invite : permohonan kehadiran dengan janji, (g) offer : menawarkan, (h) volunteer : menawarkan pengabdiam.
4.    Acknowledgment
Acknowledgment mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik yang berupa rutinitas atau yang murni. Acknowledgment dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yakni (a) apologize : permintaan maaf, (b) condole : ucapan ikut berduka, (c) bid : harapan, (d) greet :mengucapkan, (f) accept : penerimaan, (g) reject : menolak, (h) congratulate : mengucapkan selamat. Subyakto-Nababan (dalam Hartyanto, 2008 : 1) memberikan definisi mengenai tindak perlokusi, yaitu tindak bahasa yang dilakukan sebagai akibat atau efek dari suatu ucapan orang lain. Tindak lokusi dan ilokusi juga dapat masuk dalam kategori tindak perlokusi bila memiliki daya ilokusi yang kuat, yaitu mampu menimbulkan efek tertentu bagi mitra tutur.
Verba tindak ujar yang membentuk tindak perlokusi, diantaranya dapat dipisahkan dalam tiga bagian besar, yakni Mendorong mitra tutur mempelajari bahwa : meyakinkan, menipu, memperdayakan, membohongi, menganjurkan, membesarkan hati, menjengkelkan, mengganggu, mendongkolkan, menakuti, memikat, menawan, menggelikan hati. Membuat mitra tutur melakukan, mengilhami, mempengaruhi, mencamkan, mengalihkan, mengganggu, membingungkan. Dan membuat mitra tutur memikirkan tentang: mengurangi ketegangan, memalukan, mempersukar, menarik perhatian, menjemukan, dan membosankan


























BAB III
HASIL PENELITIAN

Dalam hasil penelitian ini penulis mendeskripsikan peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di kelas A Pagi semester tiga.
Peristiwa tutur yang terjadi di kelas A Pagi semester tiga ketika dosen tidak dapat hadir. Melalui tindak tutur langsung yaitu imperatif. Imperatif adalah kalimat perintah digunakan untuk menanyakan, perintah, ajakan, permintaan atau permohonan. Berikut hasil analisis peristiwa tutur di kelas A Pagi.

Data 1.
Peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di kelas A Pagi. pada hari rabu 22 oktober jam 07.22 wib. Yang terlibat dalam peristiwa tutur ini yaitu Darna Dalila, Apriana Putih,Dan Sri Wahyuni. ketika dosen berhalangan masuk. Yang mereka bicarakan tidak tentu topik pembicaraannya, campur-campur. Seperti data pecakapan dibawa ini.
Darna Dalila      : iya, jum’at dikumpulkan.  Tugas Sosiologi jumat dikumpulkan. 
                            Aduh gimana ni using palak edek.
Apriana Putih    : pusing kenapa coba ?
Darna Dalila      : tugas kita ba banyak.
Sri Wahyuni      : tolong invite yuyun. Tolong invite yuyun yaa ?
Apriana Putih    : pin baru ka
Sri Wahyuni      : ha’a baru

Tindak tutur yang terjadi di kelas A Pagi.
Lokusi               : iya, jum;at dikumpulkan. Tugas Sosiologi sastra jum’at
                           dikumpulkan. Aduh gimana nip using palak edek.
Ilokusi               : tugas sosiologi sastra dikumpulkan hari jum’at.
Perlukosi           : pusing kepalanya, jum’at tugas sosiologi sastra dikumpul.


Analisis data 1 :
Dari peristiwa tutur dan tindak tutur yang terdapat didata 1, didasarkan pada factor penentu peristiwa tutur yaitu SPEAKING atau biasa disebut Setting and scene yaitu dikampus kelas A agi semester tiga pada tanggal 22 0ktober 2014), Participans ( pada data 1 darna dalila, apiana putih dan sri wahyun), Ends, Act sequensce, Key (dengan nada santai), Instrumentalisties, (jalur percakapan menggunakan media lisan), Norma of  interection and interpretation, (terbuka), Ganre, (dalam wacana lisan). Dan terdapat tiga macam bentuk tutur yaitu lokusi, ilokusi dan perlukosi.
Dan dapat ketahui bahwa tindak tutur yang digunakan kelas A Pagi adalah bahasa yang informal, bahasa yang digunakan sehari-hari dan  dapat kita ketahui juga dari percakapan data 1 ketika dosen berhalangan masuk, mahasiswanya lebih memikirkan tugas dosen lain yang belum selesai dan tidak sama sekali memperhatikan dosen yang seharusnya mengajar hari ini, mengapa dosen tersebut berhalangan datang,  apa sebab dosen tersebut tidak dapat hadir, malah mereka senang dosennya berhalangan masuk dan mereka lebih luasa mengerjakan tugas yang belum mereka kerjakan dan bahkan belum mereka sentuh sama sekali.


Data 2.
Peristiwa tutur yang terjadi di kelas A Pagi. Pada hari . yang terlibat dalam percakapan adalah Sabina dan Oktaviana. Peristiwa tutur dalam bahasa dayak AHE, ketika dosen berhalangan masuk. Pada hari rabu tanggal 15 oktober 2014 dalam bentuk percakapan lisan.

Oktaviana        : Sabina, sosiolinguistik nyu udah jadi ge ? (Sabina,
                          sosiolinguistikmu udah selesai kah)
Sabina             : nape,,,, ahe-ahe agi nu nyu nang nape ?
                          Nae kalii aku ngarajaan’t na nya. (belum. Apa-apa punyamu yang  
                          belum. Mugkin nanti aku ngerjakannya)
Oktaviana        : ohh,,,, nu nyu ahe-ahe nang dah udah . ? (oh,,,,, punyamu apa-apa
                          yang udah selesai)
Sabina             : kao lah, nape sama sekali. Nu nyu udah ge ahe ? (itulah,,,, belum
                          sekali. Unyamu udah kah)
Oktaviana        : nuku si dah mulai ka bagian pembahasan, tapi nape hasil 
                          penelitian, soalnya masih ada kendala. (punyaku sih udah
                          dibagian pembahasan. Tapi hasil penelitiannya belum, soalnya
                          masih ada kendala)
Sabina             : ga koa aku ja binggung, mikiri nu ku. Lemphe ngarajaan na nya.
                          (itulah aku pun bingung mikirkan punya qu. Bagaimana
                          ngerjakannya)
Oktaviana        : oh,,,, pula nu nyu jauh aok ka bandara naun. (oh,,,, punyamu jauh
                          ya, dibandara sana)
Sabina             : kao lah,,,,, sae ba nang ngnantata aku ampu ka naun. (itulah,,,,
                          siapa yag mau ngantar aku kesana)
Oktaviana        : aok uah,,,, kaao nab a motor.  (oh,,,,, ya kamu gak ada motor)

Tindak tutur yang terjai di kelas A Pagi.
Lokusi             : tugas sosiolinguistik belum ada yang selesai, akibat beberapak
                          kendala seperti motor.
ilokusi              : sosiolinguistik belum karena gak ada motor.
perlukosi          : dia belum tugas sosiolinguistik.

Analisis data 2 :
Pada data 2 terjadi peristiwa tutur dalam bahasa dayak AHE, ketika dosen berhalangan masuk. Pada hari rabu tanggal 15 oktober 2014 dalam bentuk percakapan lisan.  didasarkan pada factor penentu peristiwa tutur yaitu SPEAKING atau biasa disebut Setting and scene yaitu dikampus kelas A agi semester tiga pada tanggal 15 0ktober 2014), Participans (oktaviana bersama sabina), Ends, Act sequensce, Key (dengan nada santai tapi serius), Instrumentalisties, (jalur percakapan menggunakan media lisan), Norma of  interection and interpretation, (kasar, terbuka), Ganre, (dalam wacana lisan). Dan sama terdapat tiga macam bentuk tutur yaitu lokusi, ilokusi dan perlukosi.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa pada data 2 penutur yaitu oktaviana dan Sabina lebih memfokuskan tentang penelitian mereka yang belum mereka selesaikan dan sama seperti data 1 ketika dosen berhalangan masuk, mahasiswanya lebih memikirkan tugas dosen lain yang belum selesai dan tidak sama sekali memperhatikan dosen yang seharusnya mengajar hari ini, mengapa dosen tersebut berhalangan datang,  apa sebab dosen tersebut tidak dapat hadir, malah mereka senang dosennya berhalangan masuk dan mereka lebih luasa mengerjakan tugas yang belum mereka kerjakan dan bahkan belum mereka sentuh sama sekali. Dapat ketahui bahwa tindak tutur yang digunakan kelas A Pagi semester tiga adalah bahasa yang informal yaitu bahasa daerah penutur, bahasa dayak AHE.




















BAB III
SIMPULAN

A.   Simpulan
Peristiwa tutur (inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Secara konseptual peristiwa tutur berbeda dengan tindak tutur. Tindak tutur lebih cenderung sebagai gejala individual, bersifat psikologis dan ditentukan oleh komponen bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Suwito alam Agustina, 2009: 14). Sehubungan dengan peristiwa tutur Dell Hymes (dalam mulyana, 2005: 23-24) merumuskan factor penentu peristiwa tutur melalui akronim SPEAKING.yaitu Setting and scene, Participans, Ends, Act sequensce, Key, Instrumentalisties, Norma of  interection and interpretation, dan Ganre.
Dari hasil penelitian disimpulankan kelas A Pagi semester tiga program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dalam peristiwa tutur dan tindak tutur  lebih menggunakan bahasa daerah dan bahasa campur-campur. Seperti contoh pada data 1 dan data 2. Dimana dalam data 1 dan 2 penulis menjelaskan peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di kelas A Pagi prodi bahasa Indonesia ketika dosen  yang sedang berhalangan masuk.

B.    Saran
Penyusun menyarankan agar kita semua semakin memperdalam pengetahuan tentang sosiolonguistik yang didalamnya terdapat materi peristiwa tutur dan tindak tutur. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi pembaca, khususnya program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.

                                    



DAFTAR PUSTAKA


Chaer. Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Renika Cipta.
Konsep Tindak Tutur Bab II. Universitas Sumatra Utara. Pdf. Diunduh 10 oktober 2014.
Nasucha. dkk. Yakub. (2013). Bahasa Indonesia Untuk Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta : Media Perkasa
Putri. Wahida. (2012). Strategi Tindak Tutur Menjelaskan Dalam Pembelajaran Dkelas Tunagrahita Sdlb Negeri Bayuwangi. Skripsi. Jember : Unversitas Jember. Pdf. Diunduh 10 Oktober 2014.
Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik Teori dan Pragmatik. Yogyakarta Penerbit Lingkar Kota
Sibarani. Tomson. 2008. Tesis Tindak Tutur Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Toba. Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara Medan. Pdf. Diunduh 10 oktober 2014.